Blog ini..
Salinan dari sebuah buku Diary.. yang kutulis dengan penuh Cinta, yang akan ku persembahkan sebagai “kado”, untuku, istriku dan anak anakku kelak…


Kumpulan Artikel yang insyallah akan membantu kami dalam membangun keluarga yang Barokah….Amin

Selasa, 12 Agustus 2008

Ibu Yang mengagumkan

“Kisah seorang ibu dengan sebalas anak dalam menyambut bulan mulia, Ramadahan”

Beruntung aku bertemu dengan seorang ibu mulia yang sungguh istimewa. Aku mengenalnya sebagai aktifis yang gigih dalam menyampaikan nilai nilai luhur dalam keluarga.

Kami bertemu dalam sebuah forum aliansi selamatkan anak (ASA) Indonesia. Disitulah aku mengenal beliau. Beliau adalah pimpinannya. Dedikasinya begitu besar terhadap misi luhur organisasinya. Buktinya ia tak ragu berkunjung ke pelosok daerah demi menyelamatkan anak bangsa.

Semula aku menyangka, tentunya ibu ini sudah melalui masa masa berat dalam menggembleng anak anak usia sekolah sehingga mempunyai keleluasaan untuk beraktifitas. Namun dugaanku ternyata meleset. Beliau mempunyai sebelas orang anak, mulai dari usia balita sampai kuliah tingkat tiga di Institut teknologi bandung. (ITB). Dan yang paling membutku terpesona semua anaknya mempunyai prestasi yang luar biasa dan telah hapal Al-Quran atau dalam proses menuju hafidz.

Segera saja aku bertekad ingin menggali sebanyak banyaknya bagaimana kiat sang ibu mempersiapkan keluarga menghadapi Ramadahan. Ternyata bukan hanya kiat prektis yang ku terima. Tapi lebih dari itu. Suatu ways of life suatu blue print untuk membina keluarga yang islami

MoU
Ibu itu menjelaskan dengan penuh kerendahan hati bahwa semua pencapaian ini hanyalah semata mata kemurahan hati sang khalik. Tapi setelah ku cermati langkah langkahnya, sitem itu sungguh tertata rapid an menyeluruh dalam menghadapi ramadhan, keluarga besar ini telah mempersiapkannya dengan seksama.

Sebulan sebelum ramadahan, keluarga telah bersama sama mengkondisikan diri. Tak kurang dari tiga aspek yang secara simultan dipersiapkan, yaitu aspek mental dan rukhiyah, aspek fisik, serta pengkondisian lingkungan.

Secara mental dan rukhiyah, sejak bulan syaban mereka telah merutinkan puasa senin-kamis sekeluarga. Semua anggota keluarga bersahur bersama. Laksana di bulan ramadahan. Jadwal rutin membaca dan menghapal Al Quran menjadi semakin intensif.

Setiap pribadi dimotivasi secara mental dan spiritual untuk menghadapi tamu agung. Tamu agung yang tak dapat dibanndingkan dengan yang lainya, karena kedatangannya membuka pintu syurga, tujuan hidup paripurna yang didamba setiap manusia.

Setiap subuh pukul 4.30, sang ayah diiringai putranya menuju ke mesjid untuk shalat berjamaah. Ini jadwal setiap hari. Setelah subuh, anak anak mengaji dan menghapal Al Quran. Bersama ayah dan bunda. Sehabis pulang sekolah, maghrib merka sudah berkumpul bersama lagi. Dilanjutkan dengan kajian alQuran. Sampai waktu isya tiba.

Ada satu hal yang menarik, sampai kelahiran putera ke tujuh, keluarga ini tidak perlu memiliki TV. Setelah/ sejak hadirnya saluran informative seperti tayangan ilmu pengetahuan yang penting untuk mendukung perkembangan intelektual anak, barulah keluargaa ini memutusakan untuk memilikinya. Namun semua anak mempunyai “Memorandum of undersatding (MoU)” Khusus untuk mengatur jadwal masing masing. Termasuk acara apa yang dapat mereka tonton setiap harinya.

Aku terkesima ketika mendengar kata MoU. Ternyata profesionalisme sebuanh akad perjanjian antara dua pihak tidak melulu hany dimonopoli orang orang di dunia bisnis, tetapi sungguh efektif bila di jalankan dalam keluarga. Meski berpredikat seorang anak, namun tiap individu dihargai layaknya mitra yang mempunyai hak berpendapat tatkala target utama yang berwawasan dunia akherat telah disepakati bersama.

Saat seluruh keluarga telah diselimuti satu visi rukhiyah, maka nur dari dalam kalbu menghasilkan prestasi yang bahkan lebih dari yang diperkirakan. Demikianlah sang ayah bunda mempunyai akad yang telah disetujui bersama untuk setiap anggota tim keluarga. Ketika komitmen sudah disepakati, setiap anak perlu memotivasi dirinya sendiri.

Prialku yang telah diterapkan ayah bunda meningkatkan derajat mereka sebagai mitra yang mampu berkomitmen sendiri, telah memicu mereka untuk membuktikan komitmen yang telah disepakatinya sendiri. Itulah kuncinya hingga ayah bunda tetap dapat beraktifitas dengan merencanakan MJJ (menejeman Jarak Jauh)

Alangkah bedanya dengan pendekatan otoriter yang dilakukan sebagian orang tua dengan mengindoktrinkan/mengindroktinasikan semua hal pada anak. Akibatnay yang timbul bukan ketaatan, tetapi hanya keterpaksaan yang diwarnai rasa takut. Bila ini terjadi, dapat dipastikan bencana jangka panjang akan terjadi dalam bentuk pemberontakan dan perlawanan.

Setelah keluarga siap secara mental dan spiritual persiapan fisikpun amat penting. Ramadhan adalah saat dimana tubuh harus siap dengan jadwal istirahat yang lebih pendek seta aktifitas yang lebih padat. Pengolahan tubuh dan olahraga yang mendukung amat diperlukan. Untuk mendapatkan fisik yang sehat. Dengan jujur sang ibu mengaku, bagian inilah yang belum optimal dilaksanakan.

Aku sanggat tertarik dengan jabaran persiapan ketiga yaitu mempersiapkan lingkungan yang mendukung suasana. Ramadhan bahkan disambut dengan lebih istimewa disbanding tamu “Very Impotant Person (VIP)”

Sang ibu menjelaskan “bayangkan saat akan menerima tamu VIP, tentunya kita ingin terlihat sempurna. Rumah di perindah, semua sudut dirapikan, dan suasana istimewa dipersiapkan. Nah kini saat menyambut tamu agung yang insyallah dapat membawa kita pada syurganya yang begitu didamba, tentunya kita harus menyabutnya dengan lebih istimewa lagi”.

Mereka bersemangat menerapkan prinsip “barang siapa yang menghadapi Ramadahan dengan suka cita, maka syrga telah menanti”

Demikianlah. Kerjabakit dicanangkan. Semua sudut diperindah. Kerapian ditingkatkan. Bahan balon yang warna warni dipersiapkan. Tulisan hasil karya sendiri menyambut di pintu. “ Ahlan wa sahlan yaa Ramadhan”

Anak anak bersemangat menjalankan proyek bersama menyambut bulan yang mulia. Suasana ceria mewarnai hari hari mereka, karena telah lama berharap diberi kesempatan menempati lagi haqri hari Ramadhan yang penuhberkah.

***
Perasaanku bergemuruh. Kuingat setiap hari yang selalu ku jalankan sama persisi seperti hari hari sebelumnya. Kuingat ritual yang di jalankan suami dan anak anaku: berekaolah dan bekerja persis seperti hari hari sebelumnya.

Meski gemuruh didada tak sabar menanti Ramadah tiba, namun jelas semarak penyambutan belum terassa. Aku sungguh tersadar kini. Bila menyambut tamu istimewa saja sudah membutuhkan peningkatan dan perubhan suasana, apalagi menyambut tamu mulia pembuka pintu syurga? Tidakkah sepatutunya seluruh bulan sebelumnya dipersiapkan untuk penjernihan diri yang akan dilakukan secara amksimal di bulan Ramadhan?

Aku tercengang mengingat masyarakat Indonesia dibulan ramadhan yang begitu bebas melakukan kegiatan tak beda dari hari hari sebelumnya. Acara TV yang gelap gempita yang katanya bernuansa ramadhan tapi sungguh kering dari makna jiwa dan rukiyah yang didamba. Lingkungan luar yang penuh hura hura kearah kebebasan dan pemuasan nafsu dunia belaka. Selama ini aku merasa mustahil memagari anak anaku dari pengaruh barat yang demikian mengoda. Namun saat mendengar kisah sang bunda yang bijaksana, ternyata prinsip yang tegas dalam membina keluarga dapat menciptakan keluarga yang kokoh meski berbeda dari arus kehidupan pada umumnya.

Tak hentinya aku mengucap syukur telah mengenal peribadinya yang mulia. Teman yang akan kujadikanmentor dalam membina keluarga. Kini ramadhan mudah mudahan dapat dilalui dnegan kesiapan mental dan rukhiyan yang lebih matang.

Terimakasih Ibu Wiwi-Istri Bpk Mutammimul’ula, kami akan meniru suri tauladanmu untuk menggapai kemuliaan Ramadhan.

Diambil dari
Majalah hidayatullah. Penulis: Amelia Naim

Indahnya istri Salehah

Mencintai Suaminya Semata Karena Cintanya Kepada Allah

Hari itu merupakan hari bahagiaku. Aku telah menyempurnakan separo dienku: menikah. Aku benar benar bagahia sehingga tak lupa setiap sepertiga malam terakhir aku mengucap puji syukur pada Nya.

Hari demi hari ku lalui kebahagiaan bersama istriku tercinta. Aku tidak menyangka, begaitu sayangnya Allah subhanahu wa ta’ala kepadaku dengan memberi pendamping yang setiap waktu selalu mengingatkanku ketika aku lali kepada Nya. Wajahnya yang tertutup, menambah hatiku tenang.

Yang lebih bersyukur lagi, hatiku terasa tentram ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja. Saat pergi dan pulang senyum indahnya selalu menyambutku sebelum aku berucap salam. Bahkan sampai saat ini aku belum pernah bisa mendahului ucapan salamnya karena selalu terdahului olehnya. Subhanallah.

Wida. Begitulah nama istri shalehahku. Usianya lebih tua dua tahun dari usiaku. Sekalipun usianny lebih tua, dia belum pernah berkata lebih keras dari pada perkataanku. Setiap yang aku perintahkan, selalu dituruti dengan senyuman indahnya.

Sempat aku mencobanya berbohong dengan mengatakan kalau nanti ada yang mencariku, katakana aku tidak ada. Mendengar itu istriku langsung menagis dan memelukau seraya berujar. “ apakah aa(kakanda) tega membiarkan aku berada di neraka karena pebuatan ini?”

Akupun tersenyum, lalu kukatakan bahwa itu hanya ingin mencoba kiimanannya.. mendengar itu, langsung saja aku mendapat cuitan kecil ddarinya, dan kamipun tertawa.

Sungguh ini adalah kebahagiaan yang amat teramat sangat sehingga jika aku haru menggambarkanya, aku tak akan bisa. Dan sangat benar apa yang dikatakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam,”Duni hanyalah kesenangan sementara dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih baki dari pada istri shalehah” (Riwayat An-Nasa’I dan Ibnu Majah)

Hari terus berganti dan tak terasa usia pernikahan kami sudahlima bulan. Masya Allah.

Suatu malam, istriku mengais tersedu-sedu, sehingga membangunkanku yang sedang tidur. Merasa heran, akupun bertanya kenapa dia menagis malam hari begini

Istriku hanya diam tertunduk dan masih dalam isak tangisnya. Aku peluk erat dan aku belay rambutnya yang hitam pekat. Aku coba bertanya sekali lagi apa penyebabnya? Setahuku istriku Cuma menangis ketika dalam keadaan shalat malam, tidak seperti malam itu.

Akhirnya dengan berat hati istriku menjelaskan penyebanya. Astagfirullah…Alhamdulilah, aku terperanjat dan juga bahagia mendengar alasannya menangis. Istriku bilang, dia sedang hamil tiga bulan dan malam itu lagi ngidam. Dia ingin makan mie ayam kesukaanya tapi takut aku marah jika permohonannya diutarakan. Terlabih malam malam begini dia tidak mau merepotkanku.

Demi istri tersayang, malam itu aku bergeges meluncur mencari mie ayam kesukaanya. Alhamdulilah, walau memerlukan waktu yang lama dan harus mengiba pada tukang mie (Karena sudah tutup) akhirnya akupun mendapatkanya. Awalny tukang mie enggan memenuhi permintaanku, namun setelah aku ceritakan apa yang terjadi, tukang mie itupun tersenyum dan langsung menuju dapurnya. Tidak lam kemudian memberikan bingkisan kecil berisi mie ayam permintaan istriku.

Ketika aku hendak membayar, dengan santun tukang mie itu berujar “Nak, Simpanlah uang itu buat anakmu kelak karena malam ini bapak merasa bahgia menolong kamu, sungguh, balasan Allah lebih aku utamakan”

Aku tersenyum. Begitu ikhlasnya si penjual mie itu. Setelah mengucap syukur dan tak lupa berterimakasih, aku pamit. Aku liat senyumnya mengantar kepergianku.

“Alhamdulilah”, kata istriku ketika aku ceritakan begitu baiknya tukang mie itu. Allah begitu saying kepada kita dan ini harus kita syukuri, sungguh Allah akan menggantinya dengan pahala berlipat apa yang kita dan bapak itu lakukan malam ini” katanya.

Akupun mengaminkannya.

Diambil dari majalah hidayatullah. Penulis : Kusnadi Assami